Thursday, April 30, 2009

murobbi

acapkali seusai menonton kisah maryam al muqaddasah, pasti air hangat akan berjuraian dari kolam mata. suatu kisah menceritakan detik2 maryam binti imran dilahirkan hinggalah kepada kehidupannya di Haikal Sulaiman; dan seterusnya kelahiran anaknya Isa a.s yang merupakan Rasul dijanjikan Allah. Dalam cerita ini, digambarkan nabi zakariya (tanpa wajah) begitu kuat dan teguh imannya dalam menghadapi Bani Israil. Namun Sang Rasul tanpa lelah menyantuni ummatnya penuh hikmah.

melihat lakonan tersebut, seakan real di hadapan mata. sepertinya melihat dengan mata kepala bagaimana penolakan manusia kepada risalah yang dibawa. bagaimana seorang yang sedemikian mulia, seorang nabi dan rasul, kekasih kecintaan Allah dicaci-hina, dicerca, dipulaukan, dihalau malah diberi siksaan fizikal juga. maha suci Allah, sungguh manusia dalam keadaan hina melainkan yang telah Dia hidayahkan...

dalam diam, terbit rasa rindu kepada para anbia'. begitu mencengkam perasaan rindu ini kepada zaman nubuwwah, suatu era di mana para nabi dan rasul wujud di sisi untuk menjadi murobbi. Menegur mana yang salah, mendidik mana yang kurang. Paling dirindui--zaman Rasulullah Muhammad s.a.w. Terlalu merindu bagaimana baginda mendidik dengan santunnya, mengasihi dengan sesungguhnya hattakan sepertinya dia mengasihi ummah melebihi kasih kepada keluarga, malah dirinya sendiri! maha suci Allah, begitu hebat dia mencampakkan rasa kasih di hati Sang Rasul..

berpeluangkah diri mengecap bauan jannah demi bertemu para Rasul Allah terutama penghulu Anbia'? akankah diri menemui rahmah Tuhan hingga terpilih menemui-Nya? hm....

Tuhan, hambamu penuh bersalut dosa... karat menebal hitam di hati, kupohon padamu kuatkan aku mencucinya... tabahkan ya Allah.. tabahkan.. harus aku menjadi bintang tika terjentik ke angkasa, harus aku menjadi pulau tika terlempar ke laut bergelora.. harus juga menjadi gunung ketika terbiar terpojok di muka dunia.. seperti mana para anbia' juga bermula sendirian.. begitulah. begitulah.

Wednesday, April 29, 2009

neraca

adakalanya kita terdesak untuk memilih satu antara dua perkara yang akan menentukan hala hidup kita. lebih menyesakkan jika kuasa-kuasa dan bicara-bicara lain berlegar-legar mengerumuni mata, telinga, kepala, jiwa kita. semuanya memuntahkan apa yang mereka timbangkan terbaik buat kita. muntahan mereka adalah hasil nilaian neraca masing-masing. yang memakai neraca dunia, menimbang perkara keduniaan. yang memakai neraca cinta, menimbang perkara kesukaan. yang memakai neraca dendam, akan menimbang berat mana kebencian. tapi bagaimana kita?

kerana itulah harus selalu kembali kepada Allah. Dia yang melakar suhuf perjalanan qadar kita. maka tanyalah Dia.

dan jawapan-Nya sering dalam cara yang tidak kita duga. innaLLaha ma'as sobirin.